Alhamdulillah, kali ini tim lebih berkah berkesempatan belajar dari pengalaman pengusaha sukses asal Jember, yaitu Mbak Icha (owner Jenna Food) dan Mas Febri (Owner Jenna Laundry). Dari kisah beliau, terdapat fase fase kehidupan pasang surut seperti ketika mereka bangkrut karena riba, yang tentunya sangat seru untuk kita ambil pelajaran sehingga tidak terjebak dilubang yang sama. Insya Allah.
Profil Singkat Owner Jenna Laundry & Jenna Food
Couple Preneur ini merupakan teman SMP. Mas Febri yang memiliki passion di musik saat itu rela untuk merantau ke Jakarta pada tahun 1997 selepas SMA dan rela meninggalkan kuliahnya yang baru ditempuh 1 minggu. Sedangkan Mbak Icha sebagai anak pertama yang ingin merasakan tantangan kehidupan kota besar, akhirnya memilih untuk kuliah dan menjadi anak kosan di Surabaya.
Perjalanan merantau di Jakarta tidaklah seindah dibayangan, Mas Febri harus les drum terlebih dahulu hingga akhirnya menjadi salah satu personil band di Jakarta. Sementara Mbak Icha sebagai mahasiswa rantau, memiliki penghasilan sendiri tentunya menjadi sebuah kebanggaan hingga akhirnya mencoba menjadi SPG atau freelancer. Setelah merasakan tantangan hidup di Surabaya, Mbak Icha pun ingin mencoba tantangan yang lebih besar lagi di Jakarta. Bekerja disebuah Production House, Mbak Icha merasakan Burnout karena kemacetan dan hiruk pikuk kota Jakarta.
Tahun 2010 adalah salah satu fase yang cukup kelam bagi Mas Febri yang harus kembali ke kampung halaman, di Jember. Orang tua yang saat itu sakit, menghendaki untuk balik ke Jember dan tidak diijinkan untuk kembali ke Jakarta dengan pertimbangan akan dibuatkan usaha, namun Khadarullah, Orang Tua meninggal di tahun yang sama. Setelah itu, mulailah usaha bersama keluarga namun singkatnya tidak bisa bekerja secara profesional karena tidak bisa memisahkan antara hubungan kerja dan keluarga.
Fase Menikah dan Memulai Usaha
Tahun 2021, mereka memutuskan untuk menikah dan memulai usaha dawet. Usaha ini merupakan franchise yang berpusat di Surabaya.
“waktu itu jadi saya keliling keliling naik motor kemana-mana jadi ngerasain, bagaimana rasanya membawa gerobak dengan isinya air yaitu wes isinya air es batu terus gentong-gentong itu ada tiga sama es batu bawah, terus ngerasain sudah jadi saya tahu bagaimana susahnya orang kalau bawa motor itu beratnya kayak apa itu ngerasain selama 1 tahun itu” – Mas Febri
Akhirnya dari situ, Mas Febri makin bersemangat untuk terus berproses. Dari hasil yang diperoleh, mereka kumpulankan untuk memperbanyak armada dari awalnya hanya 1 hingga menjadi 21 armada.
saya baru tahu, akhirnya dari rejeki dari situ nambah satu gelombang tambah satu gerobak nambah lagi terus pengen nambah lebih banyak, kita nggak punya modal banyak akhirnya ketemu dengan teman yang meminjamkan dana
Ketika itu Mas Febri menjadi distributor legalitas franchise. Disaat yang bersamaan, mulailah titik terendah fase kehidupan itu dimulai.
Fase Kebangrutan Usaha Dawet
Bangkrutnya usaha dawet ini terjadi ketika ada seorang teman yang menawarkan pinjaman modal bank.
Setelah 2 tahun 3 tahun itu udah mulai itu mulai goncangan itu padahal cicilan di bank belum lunas. Kemudian saya DP rumah, cicilan Bank waktu itu hitung-hitungannya kami saat itu dengan omsetnya dawet itu masuk, nutut banget. Kalau sehari itu bisa saya pegang itu Rp. 300.000, yang punya kita pribadi itu hanya 15-an ya yang lainnya itu orang mau beli tapi dari situ kita ada marginnya karena kan yang support bahan-bahannya semuanya kan kita gitu, cuman kalau yang untuk gerobak yang kita semua pure kita semua yang yang punya itu kisaran marginnya itu sehari antara 200 sampai 300.000, artinya saat kita berhitung ambil kredit di bank, kita kan sudah berhitung nih hitungannya manusia, masuk ini ya. Berjalan di 3 tahun mulai itu ada masalah yang gerobaknya sama yang jaga di gadaikan, sampai saya lapor teman saya polisi itu sempat carikan, akhirnya ketemu. kemudian ada yang di campur segala macam itu juga, kepengen margin lebih akhirnya dawetnya itu yang seharusnya ini berapa satu hari ini pasti mengambilkan 50 mangkok udah pasti sudah kalau lebih minum cuma satu atau dua ini sampai lebih sampai jadi 60-70 akhir, dari situ tuh udah mulai pelanggan kok mulai banyak yang komplain, teman saya suruh beli di situ ternyata memang benar dari dawetnya kok sudah beda kok semakin cair terus rasa ininya kurang manisnya, dari situ udah mulai berantakan.
Dari penjelasan Mas Febri dan Mbak Icha, secara matematika manusia, cicilan yang dikeluarkan masih bisa tergolong sangat aman. Bayangkan, 1 armada pendapatan bersih Rp. 200.000 – Rp. 300.000 per hari. Sementara ada 21 armada yang beroperasi dan ketika di total bisa mencapai 5 – 6 jutaan perhari sedangkan cicilannya hanya berkisar 5 jutaan perbulan. Namun, ternyata matematika manusia ini tidak berlaku bagi Allah. Justru Allah memberikan musibah yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka. Dan ajaibnya adalah, secara hitungan ketika itu semua dijual untuk membayarkan hutang akan lunas dan masih ada lebihnya, ternyata tidak, malah menyisakan hutang yang nominalnya cukup besar.
Fase Kebangkitan Usaha
Setelah mereka mengalami titik terendah, dan memulai hidup di rumah kontrakan, pertolongan Allah kemudian datang. Ketika itu, Orang tua Mbak Icha mampir ke rumah kontrakan dan singkatnya melihat kondisi keadaan rumah anaknya. Tanpa banyak kata keesokan harinya, berdatangan kiriman makanan kepada mereka dari Orang Tua tercinta, tidak hanya itu, mereka disuruh untuk pindah menempati rumah keluarga. Namun karena keterbatasan dana kala itu, mereka tidak langsung pindah dan Orang tua Mbak Icha pun berinisiatif mengirim tukang dan transportasi untuk membantu proses pindahan. Melihat perabotan yang tidak terpakai, akhirnya mereka jual dan hasilnya sebagai modal untuk usaha laundry. Inilah cikal bakal Jenna Laundry.
Seperti apa kisah selengkapnya? Simak penjelasannya di video ini ya.
Alhamdulillah kini Mas Febri dan Mbak Icha juga turut support dengan kegiatan gerakan infaq beras jember. Insya Allah gerakan ini nantinya menjadi bekal kita untuk diakhirat kelak sebagai tabungan amal jariyah kita. Cukup dengan Rp. 25.000/bulan atau Rp. 1.000/hari kita semua dapat menjadi Orang Tua Asuh bagi santri yatim dan penghafal al qur’an di pondok pesantren area jember. Setiap butir beras yang mereka makan akan mengalir pahala kebaikan dan doa para santri. Mari dukung gerakan infaq beras jember.
1 thought on “Bangkrut Karena Riba, Kini Usahanya Sukses karena Ini”
Pingback: Buka Usaha Percetakan? Simak Dulu Kisah Inspiratifnya Disini - Lebih Berkah